Selasa, 1 Mei 1007, bertempat diruang rapat Bappeda Kebumen, perwakilan Gampil yang didampingi tim dari IRE
Agenda pertemuan diawali dengan kata pengantar sekaligus sambutan dari pihak Bappeda yang disampaikan Arif Irwanto. Dalam sambutan awalnya beliau menyampaikan terima kasih dan permohonan maaf kepada tim dari IRE dan gampil karena waktu yang sedianya, sesuai dengan permohonan, tanggal 2 Mei diajukan menjadi tanggal 1 Mei. Arif khawatir mengganggu agenda-agenda IRE dan gampil yang mungkin sudah tertata dengan baik sebelumnya. Ia juga menyampaikan pengajuan waktu pertemuan tersebut dikarenakan pada tanggal 2 Mei nanti tim Bappeda Kebumen akan bertolak ke
Sebelum menuju poin pembicaraan Arif Irwanto, kepala Bappeda yang baru 2 bulan bekerja di lembaga tersebut, memperkenalkan beberapa jajaran pejabat Bappeda yang saat itu berkenan hadir diataranya; Arif Irwanto (Ka. Bappeda),
Terkait dengan dengan wacana perencanan di tingkatan desa Arif mengakui persoalan yang dihadapinya yaitu pada aspek pemilihan imput pemilihan aspek stake holder ditingkat desa. Karenanya dirinya mengaharapkan partipasi teman-teman kelompk masyarakat sipil dalam mendorong partisipasi warga desa dalam proses perencanaan paling awal tersebut. selain itu Bappeda juga mengalami kendala kerja berupa kegiatan politik yang dalam waktu dekat akan segera terjadi. Agenda-agenda tersebut yakni pemilihan kepala desa di 317 desa mulai bulan Mei ini, kemudian Pilgub, Pileg, dan Pilpres. Agenda-agenda politik tersebut diakui Arif sangat mengganggu kerja-kerja perencanaan. Dengan mencotohkan kondisi dinamika politik di desa pasca pilkades, dikhawatirkan terjadi missing link tata kelola pemerintahannya. Selain itu pula pemerintahan yang baru nanti harus bekerja keras terkait dengan situasi politik mendatang dan kebijakan Alokasi Dana Desa yang telah dicantumkan dalam APBD 2007 lalu.
Selain konteks persoalan diatas, desa juga ditempatkan sebagai pintu masuk yang sangat krusial dalam tahapan perencanaan. Sebagaimana disampaikan kepala Bappeda yang beru tersebut, bahwa kesulitan saat ini yang dihadapi Bappeda adalah input aspek stake holder. Pengalaman di musrenbangcam, forum SKPD dan musrenbangkab misalnya banyak dihadiri oleh delegasi yang kurang vokal menyuarakan usulan. Ia mengkhawatirkan masyarakat sendiri asal tunjuk delegasi. Baginya ia sangat senang apabila para peserta yang hadir di setiap tahapan perencanaan khususnya dari desa adalah warga yang aktif dan vokal. Karena dalam kondisi demikian dibutuhkan peran masyarakat sipil yang mau mendorong warga desa cerdas memperjuangkan haknya.
Selain kesulitan diatas, Permendagri No. 13 tahun 2006 menurutnya juga menjadi kendala karena sangat ketat dan tidak ada upaya pembinaan dan bimbingan dari pemerintah pusat tentang implementasi aturan hukum tersebut. Akibatnya tidak sedikit aparat pemerintah yang takut kalau-kalau melanggar aturan tersebut. Bukti ini nampak misalnya rasa lega manakala seorang penjabat pensiun. Terkait dengan persoalan yang dihadapi Bappeda tersebut terjawab dsari sambutan Sutoro Eko yang mengambil pengalaman kegiatannya di Wonosobo yang pada saat itu bertemu dengan temannya dari UI Jakarta. Disampaikannya, bahwa temannya yang juga sebagai salah satu inisiator dan ikut membidani lahirnya Permendagri No. 13 tahun 2006 tersebut, sangat kecewa. Karena Permendagri no. 13 disosialisasikan secara salah oleh pihak pusat. Akibatnya sampai ke daerah implementasinya pun terjadi banyak kesalahan. Selain keduanya sepakat perlu adanya peninjauan ulang terhadap Permendagri tersebut, di lain pihak Arif mengharapkan adanya kegiatanpembinaan dari pusat tentang pengejewantahan Permendagri no. 13. karenanya inisiatif tersebut akan ditindaklanjutinya dengan menemui KPD dan Menpan pada saat kunjungannanti ke Jakarta.
Sutoro Eko juga menyampaikan dalam konteks program PBET ini posisi IRE sebenarnya seperti semboyan Nokia ”conecting people”. Yakni menfasilitasi berdayanya masyarakat sipil untuk secara aktif terlibat dalam siklus perencanaan dan penganggaran. Dijelaskan lebih lanjut oleh Sunaji Zamroni, Project Manager PBET, dalam skema pemberdayaan masyarakat sipil peduli perencanaan dan penganggaran pembangunan yang partisipatif, IRE telah menfasilitasi lahirnya Gabungan Masyarakat Sipil atau yang disingkat Gampil. Dijelaskan pula kalau Gampil juga telah melakukan agenda-agenda penguatan parisipsi masyarakat melalui pelatihan perencanaan partisipatif, lokakarya partisipasi, diskusi publik dan penyebar luasan wacana PBET melalui media masa. Untuk mendukung tujuan berdirinya Gampil yang sebenarnya juga membantu pemerintah, Sunanji mengaharpkan kerjasama pemerintah kebumen untuk terbuka. Menurutnya, dalam kegiatannya sangat membutuhkan dokumen-dokumen atau data-data kebijakan sehingga segala tindakan baik dalam bentuk analisa, kritik dan kontribusi Gampil pada pemerintah mempunyai landasan argumentasi yang kuat. ”Tidak WTS, waton suloyo”, usaha Sunaji meyakinkan.
Pada kesempatan tersebut juga disampaikan naskah akademik yang sederhana dari Gampil pada Bappeda. Harapannya naskah akademik tersebut memberi kontribusi positif bagi terselenggaranya tata kelola perencanaan dan penganggaran partisipatif yang lebih baik. Dalam naskah tersebut menyoroti beberapa kinerja pemerintah yang belum maksimal khususnya dalam penyelenggaraan tahapan-tahapan perencanaan dan penganggaran beberapa bulan terakhir. Dalam rekomendasinya GAMPIL (Gabungan Masyarakat Sipil) mengajukan rekomendasi pada Bappeda diantaranya perlunya pembuatan perda perencanaan dan penganggaran, pembentukan komisi partisipasi oleh masyarakat sipil, pemerintah perlu merujuk pada SRTPK dalam penyusunan agenda kegiatan pembangunan dan pemaduserasian program antar dinas.
No comments:
Post a Comment