Tuesday, April 17, 2007

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PRO POOR APA PRO YEK

Oleh : Gampil

Dalam dokumen KUAPBD 2007 terdapat alokasi anggaran yang berbunyi Penataan lingkungan alun-alun kota Kebumen. Program pemerintah dengan kode rekening 1.08.1.03.01.24 ini menelan anggaran yang cukup fantastis yaitu Rp. 2 milyar.

Secara simbolik bolehlah kita berprasangka baik bahwa pemerintah punya itikad baik untuk mempercantik dan memperindah jantung kota Beriman. Pemerintah juga tidak salah kalau berargumen bahwa kebijakan program tersebut telah mendapat persetujuan DPRD sebagai representasi rakyat. Sehingga secara demokrasi prosedural, lolosnya program penataan alun-alun telah memenuhi syarat untuk dikatakan demokratis.

Sebagai kelompok masyarakat kecil Gampil menaruh rasa heran mengapa ditengah-tengah himpitan batu kemiskinan yang melanda masyarakat Kebumen, pemerintah masih mengalokasikan dana besar pada pos yang kurang berdampak positif terhadap peningkatan derajat mentalitas dan kesejahtaraan rakyat miskin. Menurut catatan pemerintah tahun 2003, Kebumen masih mengantongi angka kemiskinan sebanyak 359.102 jiwa dari total jumlah penduduk Kebumen 1.193.978. Artinya masih sekitar 30,08 % warga Kebumen masih berjibaku dengan deraan kemiskinan.

Penataan Alun-alun kota Kebumen merupakan salah satu bentuk pengelabuan pemerintah pada suatu kenyataan bahwa kemiskinan bukan prioritas pembangunan. Program tersebut juga merupakan indikator bahwa pemerintah masih menempatkan pembangunan fisik sebagai paradigma pembangunan. Sebagai pembangunan yang bersifat fisik tentu saja berada dibawah koordinasi dinas Kimprasda.

Meneliti keberpihakan pada masyarakat miskin dan sensitif gender dari pembangunan yang dimotori dinas ini memang sulit. Namun kita patut mengajukan pertanyaan, Siapa pemberi amanat sejati pembangunan yang dibahasakan dalam bentuk APBD? Bagaimana sistem pengelolaan dana APBD yang diperuntukkan pembangunan fisik entah berupa pengerasan, pengaspalan jalan, pembangunan irigasi dan pembangunan (pemugaran) rumah rakyat miskin? Siapa kelompok yang lebih banyak mengambil keuntungan dari program-program berupa fisik tersebut?

Belajar dari hasil-hasil pembangunan jalan, saluran irigasi banyak yang rusak dalam waktu yang relatif singkat, sebenarnya bisa diterjemahkan sebagai berikut. Pertama, ketidaseriusan pihak ketiga dalam merealisasikan proses pembangunan. Padahal sebagai pihak yang mendapat kepercayaan dari pemerintah pihak ketiga harus bertanggung jawab. Utamanya pada soal kualitas bangunan harus mengutamakan pada aspek ketahanan bangunan, keselamatan dan manfaatnya bagi manusia sebagai pengguna bangunan. Yang tidak kalah penting yaitu aspek pengelolaan dana pembangunan yang proporsional dan bebas dari perilaku korupsi. Kedua, Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan sangat minim. Selama ini masyarakat memang banyak yang mengusulkan proyek pembangunan berdasar kebutuhan desanya. Usulan-ususlan tersebut mereka sampaikan melalui kanal perencanaan yang sah. Namun usulan tersebut malah banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Ketiga, Proyek swakelola yang sebenarnya merupakan salah satu jawaban dari aspek kedua, malah kian menjauhkan jawaban tersebut. Masyarakat tetap menjadi lemen yang dirugikan dalam relasi segi tiga antara pemerintah, swasta (pihak ketiga) dan masyarakat. Banyak masyarakat mengeluh karena banyak sumber daya desa yang tercurahkan sebagai pendamping program, malah tereksploitasi.

Dalam konteks yang seperti ini sebaiknya pemerintah segera merapikan beberapa hal. Pertama, usulan dari masyarakat yang berkaitan dengan program-program pembangunan infrastruktu jangan dijadikan alat legitimasi pemerintah untuk menjadikannya sebagai lahan basah yang memberi peluang untuk korupsi. Kedua, rakyat jangan dijadikan media pengusul program saja. Selama ini paradigma masyarakat yang masih men mengutamakan fisik sebagai prioritas pembangunan lagi-lagi dijadikan pendulang emas bagi pihak-pihak ketiga. Karena pihak ketigalah yang memiliki banyak peluang memanfaatkan bersarnya anggaran pembangunannya. Itupun kalau pemerintah bisa menahan diri untuk tidak terlibat dalam relasi suatu pembangunannya. Ketiga, Pemerintah harus mengelola mekanisme pelelangan secara adil dan terbuka. Masyarakat harus diberi ruang dalam mekanisme. Proses lelang proyek yang tidak adil dan terbuka membuka peluang adanya monopoli oleh sekelompok orang. Kelima, sebagai hak publik proses pembangunan suatu proyek infrastruktur harus disertai manejemen terbuka. Artinya karena sebenarnya proses pembangunan suatu proyek fisik menggunakan uang rakyat sebagaimana di APBD maka harus ada pertanggungjawaban secara publik.

Kelompok masyarakat sipil yang terlibat dalam skema implementasi suatu proyek pembangunan seharusnya jangan menjadi entitas yang turut memperpanjang mekanisme pelaksanaan proram terkait. Sebaliknya posisi sebagai masyarakat sipil memberikan dorongan kritis agar pelaksanaan program bersangkutan terlaksana sesuai dengan harapan ideal baik secara teknis maupun manfaatnya untuk masyarakat.

Dalam draft RAPBD 2007 nampak pendapatan dari dinas permukiman dan prasarana daerah memberi kontribusi sebesar Rp. 446.500.000,-. Sebuah pemasukan yang ironis ketika kita pertemukan dengan anggaran belanjanya yang mencapai Rp. 104.578.524.000,-. Dari plot anggaran yang besar dan pendapatan yang rendah serta prioritas program pada dinas tersebut, menunjukan kecenderungan sebagai berikut. Pertama, Pemerintah tidak membangun sistem atau konsep ideal tentang rencana pembangunan yang berdampak positif pada PAD tanpa membebani rakyat. Misalnya bagaimana pembangunan fisik berdampak pada kenaikan ekonomi masyarakat. Kedua, Paradigma pihak pemegang otoritas kebijakan masih besar pasak dari pada tiang atau munimal tangan dibawah lebih baik dari tangan diatas. Ketiga, persebaran proyek belum menyentuh daerah-daerah terisolir. Padahal membuka daerah terisolir sebagai pusat pertumbuhan juga sangat penting.

Yang terakhir, saat prioritas pembangunan infrastruktur sebagai prioritas ketiga dalam tahapan pembangunan di kabupaten Kebumen telah tercapai, apa langkah selanjutnya?

No comments: